ReportasePos.com – Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi buka-bukaan potensi korupsi pada pembelian barang dan jasa pemerintah melalui platform E-Katalog. Menurutnya, masih banyak akal-akalan modus korupsi meskipun pengadaan barang jasa sudah menggunakan platform elektronik.
Hendrar bilang, pihaknya sudah membesut sistem e-audit untuk mengatasi masalah ini. Melalui sistem ini beberapa modus yang berpotensi korupsi akan terlacak dan langsung terintegrasi ke instansi pemerintah terkait sekaligus pihaknya, KPK, dan juga BPKP.
“Kami launching platform e-audit, ini nanti ada alarm yang muncul di inspektorat masing-masing pemda dan kementerian/lembaga. Alarm ini juga terintegrasi ke LKPP, KPK, dan BPKP,” katanya dalam ICEF 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2024).
Modus yang pertama misalnya ada pembelian barang atau jasa oleh pejabat pengadaan ke perusahaan yang sama. Contohnya, beberapa paket pengadaan dikerjakan oleh perusahaan yang sama, potensi korupsi bisa terjadi dari transaksi ini. Bisa saja ada kongkalikong antara pejabat pengadaan dengan perusahaan yang dimaksud.
“Alarm pertama muncul ketika terjadi pembelian barang jasa oleh pejabat pengadaan ke perusahaan yang sama terus. Misal paket A dikerjakan PT A, paket B dan C juga PT A, itu akan muncul alarm. Atau bahkan perusahaannya memang tidak sama tapi KTP pemilik sama itu juga alarmnya akan muncul,” bebernya.
“Karena biasanya di sini lah adanya potensi-potensi korupsi,” lanjutnya.
Modus berikutnya misalnya ada produk yang baru ditayangkan di LKPP, namun produk tersebut langsung ditransaksikan oleh pejabat pengadaan. Padahal produk yang sama juga sudah ada dan dengan harga yang sama juga sebelumnya. Potensi korupsi juga bisa terjadi dari sini.
Hendrar melanjutkan dalam E-katalog juga harus terjadi kompetisi. Pejabat pengadaan juga harus mencari harga terbaik dari banyaknya produk yang ditawarkan di E-Katalog.
Dia mengatakan jangan sampai pemerintah merugi karena barang yang dipilih harganya lebih mahal daripada harga pasar.
“Kita juga butuh ada mini kompetisi, harus ada negosiasi, utamanya dengan membandingkan dengan harga pasar. Jangan sampai pemerintah beli produk lebih tinggi dari pasar. Alarm akan muncul,” ungkapnya.(*/)